Selasa, 05 April 2011

LP ASKEP ABLASIO RETINA

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
PADA KLIEN ABLASIO RETINA DI RUANG MATA

A. Pengertian
Ablasio retina adalah suatu keadaan terlepasnya sehingga terjadi penggumpalan cairan retina antara lapisan basilus (sebatang) dan konus (sel kerucut) dengan sel epitelium pigmen retina (Vera H. Darling Magaret R. 1996 : 73).

B. Etiologi
Ablasi dapat terjadi secara sepontan atau sekunder setelah strauma alabat adanya sobekan pada retina, cairan masuk kebelakanh dan mendorong retina (retmatogen) atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non regmatogen) atau takiran jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudan terjadi akibat penyakit koroid misalnya yang terjadi pada skleritis, korditis, tumor retro bulbar, uveltis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan diabetes militus proliferatif, trauma infeksi, atau paska bedah.

C. Patofisiologi
Terjadi ablasio retina ada dua macam, yaitu :
1. Non regmatogen (tanpa robekan retina), terjadi karena adanya aksudat dibawah lapisan retina, misal pada :
a. Inflamasi okuler yaitu : voght koyanogi harada disease.
b. Penyakit vaskuler okuler yaitu coat’g disease.
c. Penyakit vaskuler sistemik yaitu hipertensi maligna.
d. Tumor intra okuler yaitu melanoma khoroid hemangioma.
2. Retmatogen (dengan adanya robekan = tear, hole) menyebabkan masuknya cairan dari badan kaca ke ruang sub retina sehingga retina terdorong lepas, dari epitel pigmen.

D. Gejala Klinis
– Gejala dini : - Floaters.
- Fotopsia.
– Gangguan lapang pandang.
– Melihat seperti tirai.
– Visus menurun tanpa disertai rasa sakit.

Gejala Fisik
– Visus menurun.
– Gangguan lapang pandang.
– Pada pemeriksaan fundus okuli tampak retina yang terlepas berwarna pucat dengan pembuluh retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa adanya sobekan retina.

E. Pemeriksaan-Pemeriksaan
Pemeriksaan pada klien dengan ablasio retina dilakukan pemeriksaan fundus okuli yaitu dengan cara :
1. Dilatasi pupil dengan jalan pemberian tetes mata. Tetes mata yang digunakan yaitu tropikamide 0,5 % : 1 % (Midriatyi) ditetesi 3 kali dalam lima menit. Kemudian tunggu 20 sampai 30 menit dan tetes mata phenytephrine 10 % (efrisel).
2. Setelah pupil medriasis (dilebarkan), fundus okuli diperiksa dengan :
a. Oftalmoskop direk :
– Pembesaran bayangan 14 kali.
– Bayangan tegak.
– Hanya dapat diperiksa bagian posterior.
– Tidak stereoskopis.
b. Oftalmoskop indirek binokuler :
– Pembesaran bayangan 4 kali.
– Bayangan terbalik.
– Dapat diperiksa samapai retina bagian parifen, kalau perlu dapat ditamabah dengan indentasi sklera.
– Terlihat stereoskopis.
– Digunakan lensa 55 mm :
• 16 dioptri
• 20 dioptri :
: Bayangan besar, lapang pandang sempit.
Bayangan lebih kecil, lapang pandang luas.
Selain untuk pemeriksaan. Alat ini juga dipakan pada waktu oprasi ablasio retina.
c. Lensa kontak goldam – 3 mirror dengan biomikroskop
– Pembesaran 10 – 16 kali.
– Dengan anetesi lokal : tetracaine 0,5 % (paotocaink)
– Diberi metil cellukosa (CMC 2 %, Menthol 2 %) untuk lobrikasi lensa kontak.
– Dapat diperiksa sampai retina bagian perifer.
Selain untuk pemeriksaan, alat ini juga dipakai untuk Fotokoagulasi retina (dengan laser).
d. Lensa hruby dengan biomikroskop
Kekuatan lensa : - 55 dioptri.
Hanya untuk pemeriksaan bagian Sentral dari fundus okuli.
3. ditentukan lokalisasi ablasio retina (75 % tempural asal).
4. dicari dan ditentukan lokalisasi dari semua robekan retina harus diperiksa kedua mata. Karena ablasio retina merupakan penyakit mata yang cenderung birateral.

F. Diagnosa banding
1. Retinoskisi senil
2. Separasi koroid :
: Terlihat lebih transparan.
– Erliahat lebih gelap.
– Dapat melawati ora serat
Tumor korad (melamona maligna) : perlu pemeriksaan ultra sonografi (usg).

G. Penatalaksanan
– Penderita tirah baring sempurna.
– Mata yang sehat ditutup dengan bebat mata.
– Pada penderita dengan ablasio retina non regmatogen, jika penyakit primernya sudah diobati tetapi masih terdapat ablasio retina dapat dilakukan operasi cerlage.
– Pada ablasio retina regmatogen :
a. Fotokoagulasi retina : bila tedapat robekan retina dan belum terjadi separasi retina.
b. Plombage lokal : dengan silicone sponge dijahitkan pada epis klera pada daerah robekan retina (dikontrol dengan oftalmoskop indirek binokuler).
c. Membuat radang steril pada koroid dan epirtel pigmen pada daerah robekan retina dengan jalan :
– Pendinginan (eryo therapy ).
– Diatermi
d. Operasi circlage :
Oprasi ini dikerjakan untuk mengurangi tarikan bedah kaca pada keadaan cairan sub retina yng cuku banyak, dapat dilakukan fungsi lewat sklera.

Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan pada klien atau pasien, pada berbagai tatanan Pelayanan Kesehatan denga menggunakan metodologi proses keperawatan berpedoman pada standart keperawatan, dilandasi etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.

Asuhan keperawaan klien ablasio retina sebelum operasi.
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas tiga kegiatan yaitu pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan diagnosa keperawatan.
1. Pengumpulan data
Identitas klien meliputi : nama, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pekerjaan, bahasa, nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang
Adanya keluhan pada pengelihatan seperti : pengelihatan menurun melihat seperti ada kilat cahaya dalam lapangan pandang adanya tirai hitam yang menutupi pengelihatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien pernah menderita penyakit ablosio retina sebelumnya miopi, retinopati serta pernahkan klien mengalami trauma.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita ablosio retina ataupiun yang menderita miopi.
e. Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang disekitarnya serta bagaimana koping mekanisme yang digunakan oleh pasien dalam menghadapi masalah serta bagaimana tentang kegiatan ibadah yang dilakukan.
f. Pola-pola funsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Kemampuan merawat diri pasien menurun dan juga terjadi perubahan pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien tidak mengalami perubahan nutrisi dan metabolisme.
3. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pola ini pasien mengalami ketidak aktifan diri dan ganguan.
4. Pola eliminasi
Pada klien tidak mengalami gangguan dan perubahan eliminasi.
5. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur klien berubah sampai berkurangnya pemenuhan kebutuhan tidur klien.
6. Pola persepsi dan kognitif
Pengelihatan klien kabur, adanya tirai dan adanya kilatan cahaya pada pengelihatan.
7. Pola pesepsi dan konsep diri
Klien merasa resah dan cemas akan terjadi kebutaan.
8. Pola hubungan dan peran
Hubungan klien dengan orang disekitarnya menurun begitu juga dalam melaksanakan perannya.
9. Pola reproduksi dan seksual
Pola ini tidak mengalami gangguan.
10. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering bertanya kapan akan dilakukan tindakan operasi dan merasa cemas karena takut terjadinya kecacatan pada penglihatan.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pola ini tidak mengalami gangguan.

2. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan kosnep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien.

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (pola interaksi atau status kesehatan yang terganggu actual atau potensial) dari individu atau kelompok yang mana secara legal perawat dapat mengidentifikasi dan merencanakan tindakan tertentu untuk mempertahankan status kesehatan atau mengurangi, membatasi atau mencegah gangguan atau perubahan tersebut.
Dari data yang diperolah dapat ditemukan diagnosa pada pasien sebelum operasi, yaitu :
1. Cemas sehubungan dengan ancaman kehilangan pengelihatan.
2. Gangguan persepsi sensori pengelihatan sehubungan dengan lepasnya retina.
3. Potensial terjadinya kecelakaan sehubungan dengan penurunan penglihatan.

c. Perencanaan
1. Cemas sehubungan dengan anacaman kehilangan pengelihatan.
Tujuan : cemas berkurang / hilang.
KH : klien tidak menunjukkan tanda-tanda cemas seperti gelisah, wajah murung, pandangan kosong, klien nampak tenang.

Rencana tindakan :
1. Tanyakan faktor penyebab kecemasan.
2. Beri dorongan pada klien untuk mengutarakan perasaannya.
3. Beri informasi tentang hal-hal yang dapat menyebabkan penurunan pengelihatan (karena lepasnya retina).
4. Beri penjelasan tentang tujuan operasi.
5. Beri dorongan pada klien untuk mendekatkan diri pada Tuhan YME.

Rasional :
1. Dengan menanyakan akan didapatkan faktor yang menyebabkan kecemasan klien.
2. Dengan dorongan diharapkan klien dapat mengungkapkan perasaannya sehingga dapat mengurangi kecemasan.
3. Dengan infomasi akan mengurangi kecemasan karena ketidakj tahuan klien.
4. Penjelasan akan menambah pengetahuan dan menambah rasa percaya diri.
5. Perasaan aman dan tenang akan timbul bila klien mendekatkan diri pada Tuhan YME.

2. Gangguan persepsi sensori pengelihatan sehubungan dengan efek dari lepasnya retina.
Tujuan : Gangguan persepsi sensori pengelihatan dapat diatasi.
KH : - Klien dapat menggambarkan obyek yang dilihat sesuai dengan yang sebenarnya.
- Klien mengungkapkan tidak ada keluhan dalam pengelihatan lebih lanjut.

Rencana tindakan :
1. Orientasikan dengan ruangan, pegawai dan penderita lain dalam ruangan.
2. Kunjungilah klien sesering mungkin untuk membantu kebutuhannya terutama pada malam hari.
3. Perhatikan penglihatan yang kabur dan suram iritasi mata yang timbul.
4. Beri pengamanan pada samping tempat tidur baik kanan maupun kiri.
5. Bantu klien makan, kebersihan diri dan berjalan bila diperlukan.
6. Letakkan bel pemanggil didekat tempat tidur klien.
Rasional :
1. Dengan memberikan orientasi untuk meningkatkan rasa nyaman dan rasa kekeluargaan bagi klien sehingga mengurangi dis orientasi.
2. Dengan mengunjungi klien diharapkan kebutuhan klien dapat di bantu.
3. dengan memperhatikan secara dini dapat menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan / komplikasi yang lebih lanjut.
4. Dengan adanya gangguan penglihatan potensial terjadinya cedera / kecelakaan.
5. Untuk memenuhi kebutuhan sehingga klien merasa nyaman.
6. Memudahkan klien untuk memanggil perawat bila memerlukan bantuan.
3. Potensial terjadinya kecelakaan sampai dengan penurunan penglihatan.
Tujuan
KH :
: Klien tidak mengalami kecelakaan / perlukaan yang terjadi.
Tidak terjadi kehilangan penglihatan lebih lanjut klien tidak tidak mengeluh nyeri.
Rencana tindakan :
1. Pertahankan posisi klien sesuai yang dianjurkan.
2. Anjurkan pada klien untuk bedrest dan menghindari aktifitas yang berlebihan.
3. Bantu keperluan klien dan hindarkan terjadi benturan.
4. Letakkan alat yang diperlukan didekat pasien.
Rasional :
1. Dengan posisi terlentang akan mencegah lepasnya retini dan terjadinya perlukaan.
2. Dengan bedrest akan mencegah retina lebih parah.
3. Dengan memberikan bantuan pada klien akan mengurangi terjadinya kecelakaan.
4. Memudahkan klien untuk mengambilnya.
d. Pelaksanaan.
Adalah pengelolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah ditentukan, meliputi tindakan dependent, independent, dan interdependent, usaha tersebut dilakukan untuk membantu klien dalam mencegah masalahnya serta membantu untuk memenuha kebutuhan klien. Tahap pelaksanaan dilakukan berdasarkan rencana tindakan yang telah ditentukan pada tahap perencanaan dan juga harus disesuaikan dengan kondisi klien saat dilakukan tindakan.
e. Evaluasi.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, tahap ini dimaksudkan untuk menilai apakah tujuan, kriteria hasil sudah tercapai atau belum dan untuk melakukan pengkajian ulang. Evaluasi berhasil bila tujuan dan kriteria hasil sudah tercapai, begitu pula sebaliknya.



DAFTAR PUSTAKA

– Carpenito Juall Lynda, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8, EGC : 1998.
– Effendi, Nasrul (1995), Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
– Junaidi, Purnawan (1989). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
– Lismidar H, dkk : 1990. Proses Keperawatan, Jakarta Penerbit Universitas Indonesia.
– Pedoman diagnosa dan terapi lab Ilmu Penyakit Mata 1994 RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar